Desakan Pemakzulan Gibran Mencuat, Purnawirawan TNI: "Wapres Harus Punya Kualitas"

![]() |
Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka/ |
TACAKAP | JAKARTA – Isu pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka kembali mencuat ke permukaan.
Bukan datang dari lawan politik, kali ini suara lantang muncul dari para purnawirawan TNI yang merasa Gibran tak layak mendampingi Presiden Prabowo Subianto dalam menjalankan roda pemerintahan.
Salah satu tokoh yang paling vokal adalah Mayjen TNI (Purn) Soenarko, eks Komandan Jenderal Kopassus.
Dalam sebuah forum bersama ratusan purnawirawan, ia secara terbuka mengungkapkan alasan mengapa Gibran dinilai tidak memenuhi kriteria sebagai wakil kepala negara.
Sudah Dibahas Diam-diam Sejak Akhir 2024
Ternyata, desakan ini bukanlah hal baru. Menurut Soenarko, diskusi tentang posisi Gibran sudah bergulir sejak akhir 2024, hanya beberapa bulan setelah pasangan Prabowo-Gibran resmi dilantik.
Namun, karena berbagai pertimbangan, baru sekarang mereka memutuskan untuk menyampaikan sikap tersebut secara terbuka.
“Kita ini sudah diskusikan sejak lama. Hanya saja, baru sekarang kita keluarkan secara resmi karena kita merasa waktunya sudah mendesak,” ujar Soenarko melalui kanal YouTube Diskursus Net, Jumat (2/5/2025).
Didukung Ratusan Purnawirawan Jenderal
Dukungan terhadap usulan pemakzulan ini tidak main-main.
Dalam acara Silaturahmi Purnawirawan TNI dan Tokoh Masyarakat di Kelapa Gading, Jakarta Utara, Kamis (17/4/2025), sebanyak 103 jenderal, 73 laksamana, 65 marsekal, dan 91 kolonel menandatangani dokumen pernyataan sikap.
Beberapa nama besar yang ikut dalam pernyataan tersebut antara lain:
-
Jenderal TNI (Purn) Try Sutrisno
-
Jenderal TNI (Purn) Fachrul Razi
-
Jenderal TNI (Purn) Tyasno Sudarto
-
Laksamana TNI (Purn) Slamet Soebijanto
-
Marsekal TNI (Purn) Hanafie Asnan
Mereka meminta Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) untuk mempertimbangkan pergantian Wakil Presiden RI melalui mekanisme konstitusional.
Kritik Terhadap Proses Hukum dan Kualitas Gibran
Alasan utama desakan ini bukan sekadar soal politik, tapi juga menyangkut hukum dan kualitas kepemimpinan.
Soenarko dan rekan-rekannya menyoroti keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pasal usia capres-cawapres, yang dianggap menyalahi hukum acara dan Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman.
Lebih jauh, Gibran dinilai tidak memiliki kapasitas dan karakter yang cukup untuk memimpin negara.
“Setelah enam bulan kita amati, kami merasa kualitas Gibran masih jauh dari yang dibutuhkan untuk memimpin bangsa sebesar ini,” ujar Soenarko.
Kekhawatiran terbesar mereka, kata Soenarko, adalah jika suatu saat Presiden Prabowo berhalangan, maka Gibran yang akan menggantikan.
“Bayangkan kalau Presiden sakit atau dipanggil Yang Maha Kuasa, kita jadi mengkhawatirkan masa depan negara ini,” lanjutnya.
"Kami Niatnya Baik, Demi Masa Depan Indonesia"
Soenarko menegaskan bahwa langkah mereka murni untuk kebaikan bangsa, bukan sekadar aksi politik.
Mereka mengaku tidak punya kepentingan pribadi, hanya ingin memberikan masukan karena jalur komunikasi formal ke istana dianggap tidak tersedia bagi mereka.
“Kami hanya ingin Indonesia dipimpin oleh orang yang benar-benar siap. Niat kami tulus, dan kami tidak bisa lagi diam.”
Usulan pemakzulan ini menjadi sorotan publik dan memicu perdebatan.
Di satu sisi, ada yang menilai ini bagian dari demokrasi dan kebebasan berpendapat.
Di sisi lain, banyak pula yang menilai langkah ini terlalu politis dan tidak berdasar.
Bagaimanapun, dinamika politik nasional memang terus bergerak—dan publik tentu berhak untuk menilai sendiri siapa yang layak memimpin negeri ini.***