Jet Rafale Buatan Prancis Ditembak Jatuh di Kashmir, Ini 5 Faktor Kemenangan Jet J-10 Pakistan Buatan Cina
TACAKAP, ISLAMABAD - Kecanggihan jet tempur Rafale buatan Prancis kembali dipertanyakan, setelah tiga unitnya dilaporkan ditembak jatuh oleh Pakistan dalam konflik terbaru di wilayah Kashmir.
Insiden ini memicu perdebatan luas tentang dominasi teknologi militer antara India dan Pakistan, serta efektivitas pesawat tempur canggih di medan perang modern.
Pada Rabu dini hari, 7 Mei 2025, militer Pakistan mengklaim telah menembak jatuh lima jet tempur milik India. Jet-jet tersebut terdiri dari tiga Rafale, satu Sukhoi Su-30, dan satu MiG-29.
Pernyataan ini diperkuat oleh Menteri Luar Negeri Pakistan, Isak Dar, yang menyebut ada perintah resmi untuk menargetkan jet India yang menyerang wilayah udara Pakistan.
Namun, yang menarik perhatian bukan hanya jumlah pesawat yang berhasil dijatuhkan, melainkan bagaimana pesawat generasi ketiga seperti J-10 buatan Cina mampu menaklukkan jet tempur Rafale yang notabene merupakan generasi 4.5.
1. Integrasi Sistem Persenjataan dan Teknologi oleh Pakistan
Menurut pengamat dari Indonesia Strategic and Defense Studies (ISDS), Iwan Hermawan, keberhasilan Pakistan tidak hanya bertumpu pada kemampuan J-10 semata, melainkan pada kemampuan mereka mengintegrasikan sistem persenjataan canggih.
Pakistan menggabungkan radar Saab Erieye buatan Swedia dengan sistem AWACS untuk mendeteksi pesawat musuh dari jarak jauh. Radar ini bisa melacak sasaran hingga 450 km dalam kondisi ideal.
Inilah yang membuat Pakistan bisa melumpuhkan jet India dari kejauhan, bahkan tanpa pertarungan udara jarak dekat.
2. Rudal PL-15i: Senjata Udara Jarak Jauh yang Mematikan
Faktor penting lain adalah penggunaan rudal PL-15i, versi ekspor dari rudal PL-15 buatan Cina. Rudal ini memiliki jangkauan hingga 200–300 km dan dirancang untuk pertempuran udara jarak jauh.
Pecahan rudal PL-15i ditemukan di lokasi jatuhnya pesawat, yang memperkuat dugaan bahwa serangan Pakistan dilakukan dari luar jangkauan deteksi dan serangan balasan Rafale.
Pakistan diketahui telah mengakuisisi rudal ini sejak 2022 dan dapat memasangnya pada pesawat J-10 dan JF-17 buatan Cina.
3. Pengaruh Psikologis dan Tekanan bagi Pilot
Faktor psikologis juga tak bisa diabaikan. Mantan pilot tempur TNI AU, Marsekal Madya Purnawirawan Eris Heryanto, menyebut bahwa dalam situasi tempur, tekanan mental yang tinggi dapat memengaruhi kinerja pilot.
Pilot tempur dituntut untuk tetap waspada terhadap ancaman rudal yang bisa datang kapan saja dari arah yang tidak terduga. Dalam kondisi ini, kesalahan kecil bisa berujung fatal.
4. Medan Tempur Kashmir yang Ekstrem
Wilayah Kashmir dikenal dengan kontur geografis yang sulit, penuh pegunungan, dan udara yang tipis.
Kondisi ini memaksa pesawat untuk terbang rendah agar menghindari radar, namun sekaligus meningkatkan risiko kecelakaan serta membatasi manuver.
Manuver rendah di medan ekstrem seperti Kashmir sangat menantang bagi pesawat besar seperti Rafale yang dirancang untuk pertempuran jarak menengah hingga jauh.
5. Keterbatasan Sistem Dukungan dan Logistik Rafale
Meski Rafale unggul di atas kertas dengan radar AESA dan sistem perlindungan elektronik SPEKTRA, pesawat ini sangat bergantung pada dukungan dari sistem pertahanan darat yang terintegrasi. Tanpa dukungan penuh, kemampuan Rafale tak bisa dimanfaatkan maksimal.
Eris Heryanto bahkan menyebut bahwa Rafale hanya bisa bertahan terbang selama sekitar 35 menit, karena konsumsi bahan bakarnya tinggi.
Pesawat ini lebih cocok untuk misi pencegatan, bukan pertempuran jarak jauh berkepanjangan seperti yang terjadi di Kashmir.
Kesimpulan: Dominasi Pakistan Bukan Sekadar Soal Jet Tempur J-10
Kemenangan Pakistan dalam insiden ini tidak bisa hanya dikaitkan dengan kehebatan jet tempur J-10 buatan Cina.
Keberhasilan mereka adalah hasil kombinasi dari teknologi radar canggih, penggunaan rudal jarak jauh, medan tempur yang menguntungkan, tekanan psikologis terhadap lawan, dan minimnya dukungan pertahanan untuk Rafale.
Namun tentu saja, penyebab pasti dari jatuhnya Rafale hanya bisa dipastikan melalui investigasi menyeluruh dan analisis langsung di lapangan.
Kini, dengan kesepakatan gencatan senjata yang diteken oleh India dan Pakistan, harapan akan meredanya konflik di Kashmir kembali muncul. Tapi apakah perdamaian ini akan bertahan lama? Waktu yang akan menjawab.***