Terungkap! Praktik Prostitusi Online di Lhokseumawe, Tiga Tersangka Terancam Hukuman Cambuk
TACAKAP | LHOKSEUMAWE – Tiga orang yang terlibat dalam praktik prostitusi online di kawasan Muara Dua, Kota Lhokseumawe, resmi ditetapkan sebagai tersangka.
Ketiganya kini menghadapi ancaman hukuman cambuk di muka umum, sesuai dengan ketentuan Qanun Jinayat yang berlaku di Provinsi Aceh.
Penangkapan ini dilakukan oleh Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Lhokseumawe pada 1 Mei 2025 sekitar pukul 01.00 WIB, setelah adanya laporan masyarakat terkait dugaan praktik prostitusi daring yang memanfaatkan aplikasi perpesanan.
Identitas dan Peran Tersangka
Ketiga pelaku yang diamankan polisi yakni:
-
MS (25), warga Lhokseumawe, bertindak sebagai penyedia jasa prostitusi.
-
ISK (28), asal Labuhan Haji, Aceh Selatan, yang tinggal di Lhokseumawe dan berperan sebagai pekerja seks komersial.
-
MR (26), warga Lhokseumawe, berperan sebagai pengantar PSK ke lokasi pelanggan.
Kapolres Lhokseumawe, AKBP Ahzan, dalam konferensi pers menyampaikan bahwa penangkapan dilakukan melalui metode undercover buy.
Petugas pura-pura memesan layanan melalui WhatsApp kepada MS, dengan tarif bervariasi antara Rp350 ribu hingga Rp700 ribu, termasuk biaya sewa kamar.
Setelah uang ditransfer ke akun DANA atas nama MS, tim langsung bergerak cepat dan menangkap ketiganya.
Barang Bukti dan Ancaman Hukuman
Dari operasi tersebut, polisi menyita sejumlah barang bukti, antara lain:
-
Tiga unit ponsel,
-
Bukti percakapan digital dan transfer uang,
-
Satu unit sepeda motor,
-
Uang tunai sebesar Rp550 ribu.
Para tersangka kini dijerat dengan Pasal 23 ayat (2) jo Pasal 25 ayat (2) jo Pasal 33 ayat (1) Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat. Sanksi yang mengancam mereka adalah:
-
Uqubat ta’zir berupa cambuk hingga 100 kali,
-
Denda hingga 1.000 gram emas murni, atau
-
Penjara maksimal 100 bulan.
Pesan dari Kapolres
“Kasus seperti ini seharusnya menjadi pelajaran bagi kita semua, khususnya di daerah yang menerapkan syariat Islam seperti Lhokseumawe. Kami berharap tidak ada lagi praktik-praktik serupa ke depannya,” ujar AKBP Ahzan.
Kasus ini menyoroti kembali pentingnya peran aktif masyarakat dalam mencegah pelanggaran hukum syariah dan pentingnya pengawasan terhadap aktivitas daring yang bisa disalahgunakan.***