Senator Azhari Cage Minta Pemerintah Pusat Kaji Ulang Rencana Pembangunan 4 Batalyon di Aceh: “Jangan Lukai Semangat Perdamaian!”
![]() |
Azhari Cage/ |
TACAKAP – Suara kritis datang dari Senator DPD RI asal Aceh, Azhari Cage S.IP, yang secara tegas meminta pemerintah pusat untuk meninjau ulang rencana pembangunan empat batalyon baru di wilayah Aceh.
Menurut Azhari, kebijakan tersebut berpotensi menyalahi semangat perdamaian yang telah dibangun bertahun-tahun lalu lewat Nota Kesepahaman (MoU) Helsinki antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Pemerintah Republik Indonesia.
“Saya minta pemerintah pusat benar-benar mengkaji ulang rencana pembangunan 4 batalyon ini. Perjanjian damai Helsinki bukan sekadar kertas, tapi simbol berakhirnya konflik panjang yang menyakitkan,” ujar Azhari kepada awak media, Kamis, 8 Mei 2025.
Tidak Menolak TNI, Tapi Tetap Pegang MoU Helsinki
Azhari Cage menegaskan bahwa dirinya dan masyarakat Aceh bukan anti terhadap TNI. Bahkan, banyak putra daerah Aceh yang turut membela negara lewat institusi tersebut.
Namun, dalam konteks Aceh, pembangunan tambahan batalyon dinilai tidak selaras dengan semangat kesepakatan damai.
“Dalam keadaan damai, MoU Helsinki secara tegas menyebutkan bahwa hanya tentara organik yang diperbolehkan berada di Aceh. Ini tercantum jelas di poin 4.7, 4.8, dan 4.11 dalam MoU,” lanjut Azhari, yang juga dikenal sebagai Juru Bicara Komite Peralihan Aceh (KPA) Pusat.
Aspirasi Masyarakat Aceh Harus Didengar
Penolakan terhadap rencana pembangunan batalyon ini juga datang dari berbagai elemen masyarakat di Aceh.
Sebagai senator yang mewakili suara rakyat Aceh di tingkat nasional, Azhari merasa berkewajiban menyuarakan keresahan dan aspirasi tersebut kepada pemerintah pusat.
“Saya hanya menjalankan amanah rakyat. Kalau masyarakat menolak, tentu saya harus menyampaikan. Ini bukan soal politik, tapi soal menjaga komitmen dan kepercayaan bersama,” tegasnya.
Perdamaian Harus Terus Dijaga
Senator Azhari menekankan pentingnya semua pihak untuk tetap menghormati dan menjaga MoU Helsinki, sebagai fondasi perdamaian yang telah dirintis sejak 2005 silam di Finlandia.
Ia berharap, setiap kebijakan strategis yang menyangkut Aceh, termasuk dalam hal keamanan, dipertimbangkan dengan cermat dan tidak mengusik kestabilan yang sudah tercipta.
“Aceh sudah cukup lama berdarah-darah karena konflik. Sekarang saatnya kita rawat damai itu. Jangan sampai rencana pembangunan batalyon justru membuka luka lama,” pungkasnya.